Headlines

Sejarah Dinasti Safawiyah

Sejarah berdirinya
Dinasti Safawiyah bermula dari gerakan Sufi di kawasan Azerbaijan yang disebut Safawiyeh. Di namai Safawiyah karena pendiri gerakan Sufi ini ialah Sheikh Safi Al-Din (1252–1334). Sheikh Safi al-Din Abdul Fath Is’haq Ardabili berasal dari Ardabil, sebuah kota di wilayah Azerbaijan Iran. Ia merupakan menantu sekaligus murid dari seorang imam Sufi yaitu Sheikh Zahed Gilani (1216–1301, dari Lahijan) yang nama aslinya Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi. Pada tahun 1301, Safi Al-Din kemudian menggantikan Sheikh
Zahed Gilani yang wafat kala itu dan menjadi syeikh bagi Tarekat Safawiyah.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “Ahli Bid’ah”, namun, berjalan seiringnya waktu tarekat ini menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia serta negeri-negeri diluar Ardabil. Karena semakin meluas dan diterima banyak orang, Safi Al-Din kemudian menempatkan seorang wakil untuk memimpin para murid-muridnya yang ada diluar Ardabil, dan wakil tersebut diberikan gelar khalifah untuk nantinya menjadi pemimpin dimedan perang. Orang-orang yang mengikuti ajaran Sufi ini menjadi semakin fanatik terhadap keyakinannya. Bahkan mereka juga menentang orang-orang yang tidak sepaham. Kefanatikan ini memuncak pada saat Terakat Safawiyah dipimpin oleh Syeikh Junayd 1447-1460 M. Safawiyah kemudian berubah karakter, dari gerakan keagamaan menjadi gerakan politik dan militan. Kemudian mereka pun melakukan ekspansi kekuasaannya dalam bidang politik
dan militer, namun, kegiatan perluasan ini mendapatkan hambatan- hambatan.

Salah satunya pada saat melakukan ekspansi ke-Turkye, ada dua suku terkuat yaitu Qara Qoyunlu dan Aq-Qoyunlu. Dalam pertempuran itu syeikh junayd kalah lalu diasingkan disebuah kerajaan agar mendapatkan perlindungan. Syeikh Junayd tinggal diistana Uzun Hasan yang saat itu menguasai sebagian persia. Pada saat pengasingan, Syeikh Junayd mempersunting saudara Uzun Hasan dan dikaruniai seorang putra yang diberi Nama Haydar. Pada tahun 1459 M Syeikh Junayd mencoba merebut kembali Ardabil namun usahanya gagal. Kemudian pada 1460 M Syeikh Junayd mencoba merebut kota Sircassia tetapi tentara Sirwan menghadang pasukan yang dipimpinnya, dan Syeikh Junaid pun
terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Kekuasaan Dinasti Safawiyah pun diteruskan oleh anaknya, syeikh Haydar, namun kala itu masih kecil. Selang berapa tahun kemudian Haydar dewasa menikahi putri dari Uzun Hasan. Dari perkawinan tersebut berdirilah Dinasti Safawiyah di Persia.

Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Safawiyah

Dari pernikahan Haydar dengan putri Uzun Hasan, lahirlah putra bernama Abu al-Muzaffar Ismail bin Haydar as-Safavi atau lebih dikenal dengan panggilan Syekh Ismail I. Ketika Syeikh Ismail I memerintah selama kurang lebih 23 tahun (1501 hingga 1524 M), ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Ia juga menghancurkan sisa-sisa pasukan Aq-Qayunlu di Hamadan pada tahun 1503 M, di wilayah Kaspia Nazandaran, Gurgan, dan Yazd pada tahun 1504 M, di Diyar Bakr pada tahun 1508 M, dan di Bagdad dan
Persia pada tahun 1505–1507. Ia berhasil menguasai Silwan pada tahun 1509 M. Syeikh smail I memerintah seluruh Persia hanya dalam 10 tahun. Ambisi Syeikh Ismail I dalam usaha memperluas kekuasaannya menghantarkannya menghadapi Dinasti Turki Utsmani, yang merupakan kekuatan terkuat kala itu. Namun kekalahan jatuh pada dirinya dan menjadikan dirinya kehilangaan kebanggaan serta kepercayaan terhadap dirinya. Akibat dari hal itu, menjadikan kehidupan Syeikh Ismail I lebih suka berfoya-foya dan kurang perhatian terhadap Dinasti Safawiyah. Kemudian timbullah perggolakan
internal perebutan kekuasaan diantara pimpinan-pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat Persia, dan Qizilbash.
Sepeninggal Syeikh Ismail I, kekuasaan Dinasti Safawiyah dilanjutkan oleh Tahmasp I (1524-1576 M), lalu setelah itu dilanjutkan oleh Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khubanda (1577-1587 M). Namun, pada pemerintahan ketiga sultan tersebut Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut terus berlangsung sampai pada akhirnya Abbas I naik tahta. Pada masa Abbas I inilah, Dinasti Safawiyah perlahan-lahan mengalami perkembangan pada arah yang lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya. Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam memajukan dinasti Safawiyah yang pertama, berusaha menghilangkan dominasi Qizilbash atas Dinasti Safawiyah dengan cara membentuk pasukan-pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak yang berasal dari tawanan-tawanan bangsa Georgia, Armania, dan Sircassia yang ada sejak pemerintahan Tahmasp I. Kedua, mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani. Di samping itu, Abbas I berjanji untuk tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan dalam khutbah-khutbah Jum’at. 2 Sebagai jaminan atas syarat-syarat tersebut, Abbas I menyerahkan saudara sepupunya yaitu Haidar Mirza sebagai sandera di Istanbul.
Setelah Dinasti Safawiyah berkuasa kembali, Abbas I mulai memperluas dan merebut kembali wilayah yang hilang. Abbas I juga menyerang Turki Ottoman. Pada saat Turki Utsamani dipimpin oleh Sultan
Muhammad III, Abbas I menyerang Turki Utsmaniyah dan berhasil menaklukkan wilayah Tabriz, Sirwan, dan Bagdad. Kemudian pada tahun 1605 hingga 1606 M, Abbas I juga berhasil menguasai kota-kota Nakhchivan, seperti Erivan, Ganja, dan Tiflish.3 Pada tahun 1622 M, Abbas I berhasil menaklukkan
Kepulauan Hurms dan mengubah pelabuhan Gamrun menjadi pelabuhan Abbas. Masa pemerintahan Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinasti Safawiyah. Secara politik, Abbas I berhasil mengatasi berbagai krisis internal yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang ditaklukkan dinasti lain pada masa pemerintahan sultan sebelumnya. selain politik dinasti safawiyah juga mengalami kemajuan di bidang ekonomi, pendidikan, pembangunan, dan seni.

Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Safawiyah

Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran setelah pemerintahan Abbas I. Enam sultan setelahnya tidak mampu untuk mempertahankan kemajuan yang sudah diraih oleh pendahulunya. Para Sultan juga lemah dalam memimpin serta memiliki sifat buruk yang sangat mempengaruhi pemerintahan. Ke-enam Sultan
itu diantaranya:

  • Sepeninggal Abbas I, pemerintahan diambil alih oleh Safi Mirza (1628-1642), ia merupakan cucu dari Abbas I. Pada masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai sultan yang lemah dan kejam terhadap para pembesar-pembesar kerajaan. Selain itu, kota Qandahar berhasil dikuasai oleh Dinasti Mughal dipimpin oleh Sultan Syah Jihan. Begitu pula dengan Baghdad yang berhasil direbut oleh Turki Utsmani.
  • Abbas II (1642-1667). Ia adalah sultan yang suka minum-minuman keras, suka menaruh curiga terhadap para pembesar dan memperlakukannya dengan kejam. Rakyat pun tidak begitu peduli dengan pemerintahan Abbas II. Abbas II meninggal dikarenakan sakit.
  • Sulaiman (1667-1694), ia memiliki kebiasaan buruk seperti Abbas II yang juga seorang pemabuk. Banyak terjadi penindasan dan pemerasan, terutama terhadap para ulama dan penganut paham Sunni serta cenderung memaksakan paham Syiah. Sehingga tidak ada perkembangan yang berarti pada masa pemerintahannya.
  • Syah Husein ( 1694-1722). Ia memberikan kebebasan kepada para ulama Syiah untuk memaksakan paham Syiah dan pendapatnya terhadap penganut Sunni. Hal ini memicu kemarahan dari golongan Sunni di Afghanistan, sehingga mereka melakukan pemberontakan. Dari pemberontakan itu Syah Husein terpojok dan dipaksa untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M, Syah Husein menyerah.
  • Tahmasp II (1722-1732) putra dari Syah Husein, ia mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia. Dengan demikian, ia memproklamasikan dirinya sebagai penguasa yang sah dengan pusat pemerintahan di kota Astarabad. Tahmasp II melakukan kerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk menaklukan bangsa Afghan yang berada di Isfahan pada tahun 1726 M. Pasukan Nadir Khan berhasil merebut Isfahan pada tahun 1729 M. Dinasti Syafawiyah kembali berkuasa. Namun, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III.
  • Abbas III (1733-1736) merupakan anak dari Nadir Khan. Anaknya masih sangat kecil, sehingga pada 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan. Pada masa pemerintahan Nadir Khan, Dinasti Safawiyah berhasil ditaklukan oleh Dinasti Qazar. Maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawiyah di Persia.

Penulis: M. Iskandar Rizki dan Taufik Maulana Ibrahim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *