Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadis

AdminBustan Avatar
Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadis


Pada penulisan hadis terdapat larangan dan perintah dari rasulullah SAW. Adapun dalil
larangan untuk menulis hadis sebagai berikut
عن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه، أن رسول هللا صلى هللا عتيه و سلم قال : “ال تكتبوا عنى و من كتب عنى غير القران فليمه.” رواه المسلم
Adapun perintah untuk menulis hadis sebagai berikut
قال عبدهللا بن عمرو بن العاص رضي هللا عنهما: كنت أكتب كل شيء أسمعه من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم, أريد حفظه،فنهتني قريش وقالوا: “تكتب كل شيء سمعته عن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم و رسول هللا صلى هللا عليه و سلم بشر يتكلم في الغضب و الرضا؟”، فأمسكت عن الكتابة، فذكرت ذلك لرسول هللا صلى هللا عليه وسلم، فأومأ بأصبعه إلى فيه و قال: “اكتب، فوالذي نفسي بيده، ما خرج فيه إال الحق”.
Adapun penulisan dan kodifikasi hadis dibagi menjadi tiga fase yaitu

  1. Pada masa nabi Muhammmad SAW
    Pada masa nabi Muhammad SAW hadis belum di tulis tetapi disampaikan kepada para sahabat. Adapun cara penyampaiannya dilakukan secara bertahap, dipusatkan di tempat pengajaran, disampaikan secara bervariasi, di berikan contoh praktis, meyesuaikan dengan kadar intelektual sahabat, memudahkan para sahabat.
    Sedangkan para sahabat menerima hadis dengan bebrapa cara seperti Di majlis-majlis ilmu, di pertemuan umum seperti haji wada’, Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada nabi saw, Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum muslimin, Berbagai peristiwa yang disaksikan sahabat dan cara nabi saw melaksanakannya, Para sahabat bertanya dan berdialog langsung dengan nabi saw
  2. Pada masa Sahabat
    Sahabat adalah orang yang bertemu nabi saw dalam keadaan mukmin dan wafat dalam keadaan mukmin. Disamping perhatian terhadap al-quran, para sahabat, terutama al-khulafa’ al-rasyidin juga sungguh-sungguh memperhatikan perkembangan periwayatan hadist.
    Periwayatan hadist pada masa abu bakar dan umar bin khattab masih terbatas disampaikan kepada yang membutuhkan saja, belum bersifat pengajaran resmi. Begitu pula penulisan hadist. Periwayatan hadist sangat sedikit dan lamban, Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk membatasi riwayat (taqlil al-Riwayat), disamping sikap teliti dan hati-hati mereka dalam menerima hadist. Ali bin abi thalib hanya mau menerima hadist perorangan jika orang tersebut bersedia bersumpah. Selain itu juga mulai muncul hadist-hadist palsu karena tendensi politik.
    Pada masa sahabat juga terdapat beberapa metode dalam menjaga hadis nabi sebagaimana berikut:
    Hati-hati dalam meriwayatkan
     Abu bakar dan umar mendasarkan permasalahan hukum kepada al-qur’an. Jika tidak menemukan bertanya kepada sahabat lain yang mengetahui bahwa nabi saw pernah memutuskan perkara sejenis.
     Setelah meriwayatkan menyatakan قال كما ،هذا نحوا dan yang sejenis.
    Selektif dalam menerima Riwayat
     Jaminan keshahihan Riwayat
     Mencari perawi lain
     Meminta kesaksian selain periwayat
    Cara meriwayatkan hadis pada zaman sahabat dibagi menjadi dua yaitu Periwayatan lafdzi dan Periwayatan maknawi. Tokoh periwayatan lafdzi yang paling terkenal neriwayatkan dengan lafdzi adalah Abdullah ibn umar sedangkan periwayatan maknawi adalah makna terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan Nabi SAW.
  3. Pada masa tabi’in
    Tabi’in adalah orang yang bertemu sahabat dalam keadaan mukmin dan wafat dalam keadaan mukmin. Pada masa tabi’in, wilayah kekuasaan islam sudah meluas hingga syam, irak, mesir, Samarkand, bahkan spanyol. Berakibat sahabat berhijrah ke wilayah-wilayah tersebut untuk mengemban tugas.
    Ada beberapa metode yang digunakan oleh para tabi’in dalam menjaga hadis-hadis nabi seperti Mengggunakan metode yang di lakukan para sahabat, Menerima riwayat hanya dari orang dengan kapasitas tsiqah, Meminta sumpah dari perawinya dan mencari dukungan dari perawi lain, Melakukan rihlah untuk untuk mengecek hadist dari perawi sebelumnya, Kodifikasi hadis secara resmi di pelopori khalifah Umar ibn Abd al-Aziz.
    Yang diperintah Umar ibn Abd al-Aziz untuk mengumpulkan hadist:
     ibn syihab az-zuhri
     abu bakr Muhammad ibn amr ibn hazm
     gubernur Madinah diperintahkan mengumpulkan hadist dari ulama’ di Madinah, antara lain umrah binti abd ar-Rahman dan al-Qasim ibn Muhammad
     seluruh gubernur mendorong ulama di wilayahnya untuk mengumpulkan hadist
    Adapun motif kodifikasi ini di lakukan atas dasar Kekhawatiran hilangnya hadist
    dari perbendaharaan Masyarakat, sebab belum dibukukan, Memelihara hadist dari
    pemalsuan, Sudah tidah khawatir tercampurnya al-qur’an dan hadist, Banyaknya ulama
    hadist gugur dalam medan perang. Setelah itu pada abad ke dua dilakukan lagi kodifkasi
    karena Kitab hadist yang ada masih bercampur dengan fatwa sahabat dan tabi’in dam
    belum dipisahkan antara hadist marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan antara hadist shahih,
    hasan, dan dha’if. Pada abad ke tiga dilakukan lagi kodifikasi hadis yang mana kitab
    hadis dibedakan menajdi tiga, yaitu :
     Shahih, hanya berisi kitab-kitab shahih saja (shahih bukhari dan shahih muslim)
     Sunan, berisi hadist shahih dan dha’if yang tidak munkar (sunan ibn majah, abu
    Dawud, al-Tirmizi, al-nasa’i, al-darimi)
     Musnad, berisi barbagai macam hadist tanpa penelitian dan penyaringan, dan
    hanya digunakan para ahli hadist untuk bahan perbandingan (musnad abu ya’la,
    al-humaidi, ali mada’ini, al-bazzar, baqi ibn mukhlad, ibn rahawaih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *