Kenduri adalah salah satu kebudayaan Jawa kuno yang masih bisa dijumpai pada saat ini. Kenduri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. Selain kenduri, ada istilah lain yang sering digunakan oleh masyarakat jawa, yaitu genduren, bancaan atau selamatan. Dalam bahasa jawa sendiri Genduren berasal dari kata Gondo rasa, yang jika di artikan dalam bahasa Indonesia artinya adalah cerita atau curhat. Yakni, berkumpulnya sanak saudara dan tetangga dalam kediaman seseorang untuk memperingati dan mendoakan apa yang menjadi hajat penyelenggara. Menurut sejarahnya, kenduri telah ada sejak jaman dahulu sebelum agama masuk ke Nusantara. Semakin kuat pengaruhnya ketika agama Hindu-Budha mulai dikenal dan dianut oleh sebagian besar kerajaan di Indonesia. Bahkan perayaannya semakin kental, tidak hanya makanan saja melainkan dengan berbagai macam atribut yang ditambahkan pada masa itu seperti bunga-bunga, wewangian, nyanyian dan lain lain untuk mendukung acara pemujaan. Upacara kenduri yang biasa dilakukan oleh orang Jawa ini merupakan tradisi yang tidak dapat dilepaskan dengan akar sejarah kepercayaan-kepercayaan yang pernah dianut oleh orang Jawa itu sendiri.
Pada mulanya kenduri bersumber dari kepercayaan animisme-dinamisme yang dimaksudkan untuk memperoleh keselamatan bagi masyarakat Jawa itu sendiri. Animisme-dinamisme merupakan unsur yang paling menonjol pada pelaksanaan kenduri, terutama kenduri yang dilaksanakan oleh orang Islam kejawen. Awalnya persembahan diperuntukkan kepada roh nenek moyang saja. Kemudian, ketika Hindu-Budha masuk persembahan diperuntukkan juga kepada dewa-dewi yang ada dalam ajaran Hindu-Budha. Wujud tradisi kenduri yang dulunya penuh unsur-unsur kepercayaan animisme-dinamisme, kemudian ditambahi dengan unsur-unsur Hindu-Budha. Lalu setelah agama islam datang hal ini coba diakulturasikan oleh para Sunan walisongo (penyebar agama Islam di tanah Jawa), dengan tetap mengadakan acara berkumpul, lalu ada berbagai makanan untuk peserta kenduri, tetapi mantra-mantra yang diucapkan, diganti dengan doa-doa menurut Islam, tahlil, yasin, dan surat-surat lain macam Annas, Al-ikhlas, Al-Fatihah, ataupun ayat kursi. Tujuannya jelas, supaya Islam mudah diterima masyarakat tanah Jawa. Hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan saja, membutuhkan waktu yang tidak sebentar (menurut teori psikologi, khususnya intervensi sosial), apalagi ini adalah sebuah kebudayaan yang sudah berabad-abad lamanya. Kegiatan kenduri tetap masih ada, hanya saja bentuknya yang berubah karena nilai-nilai kejawenan telah sedikit demi sedikit memudar tergeser oleh pengilhaman ajaran Islam yang semakin kuat. Fungsi kenduri yang dahulunya sebagai salah satu bentuk ritual keagamaan yang sakral, kini berfungsi lebih sebagai sarana untuk bershodaqoh serta menjaga hubungan baik dengan sesama anggota masyarakat.
Penulis: Ikfalia Febiantika
Leave a Reply