Kenduri bukan hanya sekedar do’a dan makan bersama. Tapi lebih dari itu, dalam proses dan pelaksanaannya, kenduri memuat banyak kejadian yang mampu menjadi wadah interaksi atau silaturahim masyarakat sekitar. Perlu diketahui bahwa kenduri ini dilaksanakan oleh bapak-bapak atau remaja pria, sedangkan ibu-ibu atau remaja perempuan, menyiapkan segala kebutuhan untuk pelaksanaan kenduri, seperti hidangan, jajanan, sampai hal-hal kecil seperti undangan. Para pria hadir hanya ketika hari pelaksanaan kenduri, sedangkan para perempuan sudah terlibat dalam proses kenduri sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan. Dalam tiga hari mempersiapkan kebutuhan kenduri, para perempuan bisa berbincang mengenai isu terhangat atau mengenai keadaan dan kondisi keluarga, suami, anak, bahkan menantu masing-masing tanpa terganggu oleh para pria. Sedangkan, para pria, setelah acara kenduri bisa sejanak berbincang mengenai pekerjaan atau isu-isu sekitar masyarakat sambil menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Sedangkan anak-anak, bisa bermain dan saling bertemu satu sama lain. Bahkan adakalanya saudara sepupu yang lama tidak bertemu karena perbedaan tempat tinggal yang jauh, akan bisa bertemu jika ada kenduri.
Genduren yang telah digubah tatacara dan maknanya oleh Wali Songo ini juga mampu merekatkan kehidupan sosial masyarakat dan merupakan implementasi dari sikap bela negara yaitu seperti, membagi makanan ke orang banyak bagian dari sedekah dan meningkatkan empati kepada sesama sesuai dengan nilai nilai pancasila sila ke dua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. berkumpul dan makan bersama bagian dari mengkokohkan persatuan dan persaudaraan antar manusia sesuai dengan pancasila sila ke tiga yaitu persatuan indonesia. Berdoa bersama yang merupakan salah satu bagian dari Genduren adalah wujud memohon keberkahan, keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan pancasila sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa. Selain hal-hal tersebut para walisongo juga mengubah makna dan filosofis makanan-makanan dan juga perlengkapan yang disajikan pada acara kenduri, yang tadinya mengandung unsur klenik dan berfungsi untuk pemujaan terhadap roh maupun dewa-dewi, diubah menjadi do’a-do’a dan harapan. Berikut rincian dari perlengkapan yang digunakan dalam kenduri berserta makna yang terkandung di dalamnya:
- Tumpeng. dalam tradisi orang orang jawa, mereka banyak sekali memakai sebuah akronim termasuk didalamnya adalah tumpeng. tumpeng artinya Nek Metu Kudu Mempeng yaitu kalau kita keluar untuk bekerja atau mencari harta haruslah serius dan bersungguh sungguh agar hasilnya bisa maksimal. Dalam Islam tumpeng yang bentuknya menjulang ke atas diartikan sebuah perwujudan yang Esa. Jadi dengan adanya tumpeng dalam sebuah kenduri diharapkan manusia akan senantiasa ingat pada kekuasaan Allah SWT.
- Ketan dan apem. Apem paling sering digunakan saat acara megengan (kenduri sebelum datangnya puasa ramadhan dan lebaran idhul fitri ) sedangkan ketan dan apem biasanya digunakan untuk kenduri pada selamatan orang meninggal, seperti 7 harian, 40 harian, 100 harian ataupun 1000 harian. Apem pertama kali dipopulerkan oleh sunan kalijogo. Apem berasal dari kata afwun yang berarti ampun, ketan berasal dari khata-an yang berarti kesalahan. Kedua makanan ini memiliki arti sama yakni memohon ampun kepada sang pencipta atas segala kesalahan yang dilakukan.
- Kolak. adalah makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar pisang atau ubi jalar yang direbus dengan santan dan gula aren. Kolak berasal dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Istilah tersebut kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi khaliq yang memiliki arti Sang Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa. dengan demikian, penggunaan kolak dalam kenduri mempunyai makna bahwa ingin mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, harapan yang sama juga dimohonkan untuk para leluhur mereka.
- Ingkung/ayam utuh. ingkung adalah masakan ayam jantan panggang yang rata-rata cenderung sudah tua yang dibumbui dengan banyak rempah dan santan sehingga menciptakan cita rasa yang unik dan sedap, ingkung merupakan makanan utama dalam kenduri. Ingkung adalah akronim dari ing-sun yang berarti aku dan mene-kung berati berdoa dengan khidmat.
- Kembang telon. Bunga dengan 3 warna yaitu mawar, kenanga, dan kanthil yang memiliki makna filosofi jawa urip iku mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudu kanthil marang gusti ingkang murbeng dumadi” artinya Hidup memang banyak perbedaan, rintangan dan cobaan, tetapi Manusia diberi kebebasan hidup oleh Tuhan Yang Maha Esa selayaknya yang difilosofikan bunga kenanga, keno ngono keno ngene. Akan tetapi, setiap kebebasan dan keinginan di dunia harus tetap disertai dengan doa kepada tuhan. Kembang kantil memiliki makna bahwa manusia harus tetap mengikuti aturan tuhan dan menjauhi larangannya.
- Bola-bola nasi (golong) sebanyak sembilan bulatan. Makanan ini biasanya dilakukan pada kenduri tingkeb (selametan untuk kehamilan seseorang). Golong yang berasal dari kata gemolong (menyatu) diartikan agar sesama mansia mampu rukun menjadi satu. Sedangkan jumlah sembilan dimaksudkan untuk memuliakan sembilan wali, hal ini menunjukkan bahwa Islam telah merasuk dalam adat Jawa.
- Nasi wuduk atau nasi gurih yang mempunyai makna untuk meluhurkan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah yang telah memberikan keselamatan kepada umat manusia yang berbakti pada Tuhan
- Bubur atau jenang sengkala. Jenang sengkala terdiri dari dua bubur (merah dan putih). Warna merah berarti bahwa manusia berasal dari darah merah seorang ibu, sedangkan warna putih berarti bahwa manusia berasal dari air yang berwarna putih (mani) seorang ayah. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan manusia supaya tidak takabur.
- Jadah sebanyak tujuh warna. Jadah dengan jumlah disediakan dalam kenduri tingkeban merupakan simbol bahwa usia kandungan telah menginjak tujuh bulan. Kata “jadah” ini diartikan sebagai “sajadah”. Hal ini di maksudkan agar manusia mampu memakai sajadah, dalam artian manusia mampu memeluk agama Islam dan menjalankan agama Islam dengan baik.
- Pala pendem. merupakan tanaman yang tumbuh di dalam tanah, seperti ingkong, ketela rambat atau ubi jalar, mbothe atau talas, bentol, kacang tanah dll. Hal ini melambangkan asal kehidupan manusia yang diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Selain yang telah disebutkan diatas masih banyak lagi barang-barang ataupun makanan yang biasa disajikan saat upacara kenduri. Kenduri sendiri terdiri dari berbagai macam jenis. Diantaranya kenduri kelahiran bayi, memperingati orang meninggal, pernikahan, khitanan, ngesup-supi omah (kenduri syukuran setelah membangun rumah) dan masih banyak lagi. Terlepas dari itu semua munculah permasalahan di beberapa kalangan masyarakat yang terbebani dengan budaya Kenduri karena tidak adanya biaya untuk menyiapkan nasi berkat (nasi yang lengkap dengan beberapa macam lauk untuk dibawa untuk kenduri), maka ia tidak harus wajib mengadakannya. Dulu, orang Jawa yang mistis sangat takut Tuhannya marah kalau tidak melakukan suatu ibadah atau ritual tertentu dengan benar. Lalu pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, mengatakan bahwa jika memang tak mampu mengadakan kenduri, maka tidak usah dilaksanakan. Cukup dengan do’a yang khusyuk secara pribadi atas hajat yang diinginkan kepada Allah. Tidak usah ramai-ramai dengan mengadakan kenduri. Kemudian adanya isu halal, haram, bid’ah, boleh atau tidak, berdasar atau tidak berdasar, kita telah mengetahui pada dasarnya pelaksanaan kenduri tidak ada sama sekali unsur yang merugikan atau menjauhkan kita daripada Allah atau agama Islam. Lagi-lagi, kita harus bisa memandang tradisi ini secara dewasa dan terbuka. Seperti kata Alm Gusdur, bahwa yang baik adalah saling menghargai, bukan mengutuki satu sama lain.
Leave a Reply